Jumat, 21 Juni 2019

Esensi Bernafas : Pengalaman Menjadi Manusia


Hari ini, sebenarnya sama saja dengan hari sebelumnya.  Aku membiarkan irama musik rock ini memekakan telinga sekedar untuk menghindari ajakan berbicara dari teman sekitar. Pikiran ku sedikit kacau, aku kembali dalam masa dimana berpikir adalah menu utama harian ku. Ya, aku memang seorang pemikir. Apakah dengan musik yang begitu keras aku mampu berpikir dengan baik? Ya tentu saja, aku mampu. Selain itu, saat ini sepertinya aku tidak memprioritaskan kepentingan kesehatan fisik melainkan kestabilan dan ketenangan jiwa dan rupanya suara keras musik ini mampu membantu keingin itu untuk dicapai. Seketika lirik “I Just wanna live, while I’m alive” bergema di kepala. Ya. Ini yang kupikirkan, nampaknya Spirit Guide ku paham apa yang aku pikirkan saat ini. Sehingga menuntunku untuk memilih lagu ini.  Aku hanya ingin hidup, disaat aku hidup. Apakah selama ini aku mati? Oh, bukan itu maksudnya. Aku hanya lupa bagaimana caranya hidup. Lupa hidup? Bagaimana bisa? Kamu masih bernafas Inez, bagaimana mungkin?
Lalu lintas pemikiranku pun terhenti pada konsep manusia yang terdiri dari komponen fisik, jiwa, dan roh (spirit). Akhir-akhir ini, kata spirit begitu menggema dan menarik perhatian untuk dipikirkan. Kemungkinan ini memiliki kaitan yang erat mengapa aku bisa lupa hidup. Spirit memiliki arti nafas, tanpa nafas raga manusia tidak memiliki artinya. Semesta sudah menciptakan manusia dengan sistem pengaturan untuk bernafas secara sadar dan tidak sadar. Bersyukurlah, medula oblongata yang terletak di batang otak ini masih membantu ku bernapas tanpa aku memintanya. Namun, apa artinya semua ini? Ya, tentu saja ada. Aku terlalu menyibukkan diri dengan kegiatan harian yang entah apakah itu masuk kedalam tujuan aku hidup atau tidak, namun melupakan aktivitas bernafas. Ya, coba pikirkan kembali berapa kali dalam sehari aku mengatur irama pernapasanku secara sadar. Bukankan aku sepenuhnya mempercayai tubuhku sendiri yang mengaturnya bagiku? Lalu, apa tanggung jawabku terhadap pemilik tubuh ini? Sedangkan aku sendiri lupa bernapas untuk kehidupanku? Inilah jawabannya, kenapa aku bisa lupa hidup. Ternyata aku sendiri jarang memiliki inisiatif untuk bernafas untuk kehidupanku sendiri.  

Tidak mengherankan pikiran kacau dapat muncul dari mana saja, karena aku sendiri tidak mampu mengendalikan lalu lintas informasi yang mengalir yang sesungguhnya mampu dikendalikan hanya dengan mengatur pernafasanku sendiri.

Baiklah, sahabat semesta. Sesibuk apapun kita jangan pernah lupakan kewajiban kita untuk bernafas ya. Khususnya ditengah penatnya pemikiranmu saat itu. 
Tariklah udara luar, rasakan masuknya udara itu ke tubuhmu, memenuhi seluruh ruang otakmu, dan keluarkan kepenatan itu secara perlahan. Lakukan sesering mungkin, Kamu pasti akan mampu mengendalikan alur pemikiran dengan baik, berelaksasi, dan lebih menikmati hidup disaat kamu hidup. 

Dan Aku, akan melakukannya Setiap hari karena Aku pribadi yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap tubuhku.

Aku yang sedang menikmati Danau di Pura Ulun Danu sambil Bernafas :)
 


2 komentar:

  1. Menyadari diri bahwa kita hidup, lalu mulai bernafas. Menyadari bernafas, ini adalah latihan awal dari mindfulness. Menarik!

    Betul, kadang ketika kepenatan hidup melanda, kita lupa bahwa kita hidup, bahwa kita bernafas. Kadang, bahkan karena bernafas dan hidup inilah rasa penat, sakit dan lelah melanda. Lalu, apa artinya hidup ? pertanyaan seperti ini akan memancing banyak diskusi dan refleksi.

    Semoga kita selalu tercerahkan.

    BalasHapus
  2. Terima Kasih sudah mampir Maria ❤️. Itulah kenapa Meditasi penting dan kamu pasti banyak tertolong oleh aktivitas ini.

    Mulai berfilosofi dengan pertanyaan terakhir ��.

    BalasHapus

36 Pertanyaan yang Membuat Manusia Jatuh Cinta dengan Mudahnya

Tulisan ini hadir setelah menyaksikan Ted Talk dengan pembicaranya adalah seorang wanita yang menjadikan dirinya subjek percobaan untuk ...