Hi Sahabat Semesta, Sudahkan kita semua bersyukur hari ini?
Ya. Saya menggunakan sapaan sahabat semesta mengikuti sapaan
dari Youtuber idola saya seorang Lightworker, Healer, dan Tarot Reader bernama Ananda Ramarta. Kisah
perjuangan hidupnya yang sungguh luar biasa, benar-benar menggugah sisi
spiritualitas yang ada dalam diri saya. Silahkan para sahabat menemukan channel
youtube beliau dan temukan begitu banyak pesan positif bagi perkembangan jiwa
melalui penyembuhan spiritualnya.
Dalam postingan ini saya akan mengajak para sahabat
mengunjungi salah satu tempat terindah yang pernah saya kunjungi yaitu “Hundred
Island” yang letaknya di Alaminos, Filipina. Jadi, ini adalah pengalaman saya 2 tahun lalu (2017). Saya akan membagikan pengalaman yang
saya dapatkan selama perjalanan ini, foto-foto, dan biaya yang diperlukan yang
pastinya sesuai dengan kantong mahasiswa.
Perjalanan ke Alaminos dari Manila memakan waktu sekitar 8
Jam. Namun, akan sangat sulit menemukan bis yang langsung berangkat ke
Alaminos. Jadi, kita harus mendatangi ibukota provinsi Panggasinan (Provinsi
dimana Alaminos berada) yaitu Dagupan. Perjalanan ke Dagupan memakan waktu 6
Jam. Saat itu saya dan teman saya (Jek) berangkat dari Terminal Victory Liner,
Monumento Jam 8 Pagi. Letak terminalnya berdekatan dengan stasiun Monumento LRT
1 kota Manila. Tiket dari Manila ke Dagupan saat itu adalah 350 Pesos
atau sekitar 105.000 Rupiah. Ini adalah harga tiket regular bukan first class.
Tapi untuk ukuran regular, bis ini sudah nyaman sekali. Sepanjang perjalanan,
kita akan dimanjakan oleh pemandangan NLEX (North Luzon Express Way) yang
cantik seperti jalan-jalan di States (Hehehehehehe....) Sesampai di Dagupan,
saya dan Jek bertemu dengan Ate Cindy (Ate adalah panggilan kakak perempuan
dalam bahasa Tagalog). Ate Cindy memang berasal dari Panggasinan, Ia akan
menjadi guide kami menuju Alaminos. Oh ya, Ate Cindy dan Jek adalah classmates
saya selama saya berkuliah di University of the Philippines Manila. Mereka
memang sudah seperti saudara saya selama di Manila.
Di sore hari sambil menunggu Ate cindy selesai mengajar,
saya dan Jek memesan tiket bis dari Dagupan ke Alaminos. Harga per orangnya
hanya sekitar 66 Pesos atau sekitar 18.000 rupiah. Ternyata bis yang kami
naiki, adalah bis victory liner yang tidak memiliki jendela. Biasanya di Manila
tipe bis seperti ini disenangi anak muda karena supirnya suka laju-laju dan
nekat luar biasa dan pastinya lebih murah. Benar saja bis ini disebut “killer
bus” karena kecepatannya yang sungguh luar biasa dan Puji Tuhan kami masih
sehat sampai sekarang, walaupun sering langganan pakai bis ini yang menurut standar
keselamatan sangat jauh dari kata aman. Perjalanan dari Dagupan menuju Alaminos
memakan waktu sekitar 2 jam. Sesampai di Alaminos, kami menuju penginapan
terdekat dengan pelabuhan untuk menyeberang ke “Hundred Island”. Setelah berhenti
di terminal Alaminos, kami menaiki tricycle (transportasi tradisional Filipin
yang mirip bemo). Biaya tricycle hanya sekitar 75 pesos (Dibagi ber 3).
Penginapan yang kami datangi bentuknya seperti rumah kontrakan. Harganya adalah
2000 Pesos per malam atau sekitar (600 ribu rupiah), biaya itu akan kami bagi 4
(Suami ate cindy juga akan ikut bersama kami, tapi beliau masih menyusul).
Fasilitas yang ada di penginapan itu
adalah wi-fi, kamar mandi, kamar tidur, TV, dan peralatan makan. Ada banyak
penginapan di sekitar pelabuhan tapi, sebaiknya share saja dengan teman supaya
murah. Perjalanan ke Hundred Island akan lebih indah di subuh hari supaya kita
bisa lihat matahari terbit. Jadi, kami memutuskan untuk segera istirahat supaya
bisa bangun lebih awal.
Di Pagi Hari......
Personil kami sudah lengkap. Kami ber 4, berjalan kaki ke
pelabuhan. Membeli tiket masuk sebesar 80 pesos sekitar 24 ribu rupiah per
orang. Kita harus menyebrang dengan perahu, di sekitar pelabuhan terdapat begitu banyak nahkoda yang menawarkan perahu nya untuk disewa. Biasanya
para nahkoda perahu mematok harga sekitar 2000 pesos (600 ribu rupiah) untuk
pergi, mengunjungi beberapa pulau, dan pulang kembali ke dermaga Alaminos.
Setelah setuju, kami berangkat menuju Hundred Island. Cuaca pagi hari itu sangat hangat, saat masuk ke perahu
pemandangan matahari terbit sudah mencuri perhatian kami. Laut yang tenang,
menambah rasa aman selama perjalanan saya disana. Hundred island adalah gugusan
pulau-pulau kecil di teluk Lingayen, jumlah pulaunya sekitar 123 pulau. Kalau
Sahabat bisa bayangkan, gugusan pulau ini mirip dengan gambaran Raja Ampat di
Papua.
Kami didalam Perahu menuju Hundred Island |
Memasuki gugusan pulaunya, saya sangat terpukau dengan
damainya tempat itu. Saya pun terpesona dengan pemandangan romantis Ate Cindy
dan suaminya yang sangat ekspresif dalam mengungkapkan rasa sayang satu dengan
yang lainnya. Ya, orang Filipina memang sangat ekspesif dalam mengungkapkan
cinta. Mereka sangat perhatian dan memperlakukan wanita dengan sangat lembut.
Pasti para sahabat akan terkesima, melihat begitu care nya laki-laki Filipina memperlakukan perempuan, sekalipun kita
tidak memiliki hubungan apapun. Jadi, dilarang “Baperan Kilat” ya dengan cowok
Pinoy. Itu memang bawaan dan nilai yang sudah ada dengan mereka.
Setelah 30 menit menelusuri teluk kami tiba di salah satu
pulau yang masih jarang dikunjungi para turis. Nama pulau itu adalah pulau
Governor. Pulau ini memang tidak ada pantainya, tapi kita bisa mendaki dan
nyebrang ke pulau Virgin dengan jembatan gabus yang asik sambil berfoto ria.
Diatas puncak pulau Governor, kita bisa
ber swafoto dengan latar belakang pulau-pulau yang cantik pemandangan, layaknya
raja ampat pun terpampang nyata dibelakang saya. Jernihnya teluk ini, membuat
kita dapat melihat dasar teluk bahkan ikan-ikan cantik yang belum pernah saya
lihat sebelumnya terlihat sangat bersahabat dan berani mendekati manusia yang
ingin melihatnya.
Penampakan pulau Governor |
Hal yang saya pelajari diawal perjalanan menelusuri pulau
ini adalah, begitu pentingnya menjaga kebersihan dan ekosistem laut. Saya
belajar dari masyarakat Filipina, yang sangat menjaga kebersihan area
konservasi “Hundred Island” ini. Masyarakat sudah memiliki kesadaran dalam menjaga
willayah ini dengan tidak membuang sampah sembarangan terbukti tidak pernah
saya menemukan sampah berserakan atau air laut yang terlihat kotor dan tidak
jernih.
Setelah dari Pulau Governor, kami mendatangi kembali Kuya
(Sebutan untuk mas-mas/Kakak laki-laki) nahkoda dari perahu yang kami gunakan
untuk mendatangi Rizal Island. Perjalanan ke Rizal Island, hanya memakan waktu
10 menit. Disana, kami mengunjungi cliff atau tebing didalam gua yang bisa
diloncati dengan jarak kurang lebih 2 meter. Terus terang, saya agak takut
terjun ke laut itu. Karena pastinya laut itu dalam dan saya nggak bisa berenang
dan ini akan menjadi pengalaman pertama. Karena dipaksa oleh Jek dan ate Cindy,
akhirnya saya memberanikan diri dengan jaminan pelampung yang dipasang dibadan.
Teriakan saya saat terjun mampu melepaskan semua emosi serta uneg-uneg yang
saya rasakan. Hal itu, membuat stress selama menyusun Thesis terbayarkan
tuntas. Kami keluar dari gua bersama-sama dengan raut wajah bahagia
menceritakan, betapa excitednya terjun dari tebing. Setelahnya, kami langsung
bermain di pantai dan berkenalan dengan beberapa pengunjung lainnya.
Dari Rizal Island, kami mengunjungi Quezon Island. Quezon
island merupakan pulau yang paling ramai saat itu, karena terdapat pantai yang
cukup luas disana juga terdapat restoran.
Di pulau ini, kita bisa mengunjungi
jembatan gantung atau kembali menantang adrenalin dengan terjun dari cliff yang
lebih tinggi. Yang pasti saya nggak mau lagi ikuti tantangan ini, hanya Jek
saja memang yang paling berani dari kami semua. Bagi teman-teman yang mau
mencoba Zipline/ Flying fox yang melintas antar pulau, bisa berkunjung ke Pulau
ini. Pulau Quezon adalah salah satu pulau yang ada penduduknya. Sedangkan
gugusan pulau yang lain memang jarang terdapat rumah ataupun resort. Jadi, untuk para sahabat yang tidak suka
keramaian silahkan kunjungi pilihan pulau lain yang masih ada seperti Pulau
Pilgrimate dimana ada patung “Christ the Redemeer” Kristus Penebus. Disana
pengunjung bisa berdoa dan berfoto bersama dengan Patung Kristus Penebus. Pulau
Pilgrimate bisa dibiang bentuk mini dari Patung Christ the Redemeer di “Rio de
Janeiro”. Pulau Pilgrimate, adalah pulau pertama yang menyambut para wisatawan
memasuki area Hundred Island.
Patung Christ the Redemeer terlihat dari Governor Island |
Puas mengunjungi 4 pulau di Hundred Island, membuat kami
lapar dan memutuskan untuk pulang disiang hari. Kami kembali ke penginapan dan
mencari restoran terdekat disana. Para sahabat bisa menemukan begitu banyak
“Sea Food” disini. Saya bisa menyarankan para sahabat untuk mendatangi salah
satu restoran “Sea Food” terenak di Dagupan. Nama restorannya adalah
“Matutina’s seafood house and restaurant” Letak restoran ini, tepat didepan
pantai Tondaligan (Tondaligan Beach) Pantai ini, lansung menghadap ke Laut Cina
Selatan. Harganya juga terbilang cukup murah dan terjangkau. Dijamin nggak
nyesel, dan saya berani bilang bahwa ini makanan terenak selama saya tinggal di
Filipina dalam 2 tahun terakhir ini. Tinggal di wilayah Province (Provinsi)
memang jauh lebih murah dibanding tinggal di Kota Manilanya. Pastinya
pengeluaran selama perjalanan ini, jauh lebih murah dibanding hidup selama 3
hari di Manila untuk makan (Kalau beli diluar).
Setelah menikmati makan siang, kami kembali ke Manila dengan
Rute dan Biaya yang sama seperti kami berangkat ke Alaminos. Perjalanan
menyenangkan ini, terangkum dalam beberapa foto yang bisa dilihat oleh para
sahabat.
Tondaligan Beach |
Hal yang saya pelajari selama perjalanan adalah: Bagaimana
saya harus bersyukur dan mencintai setiap hal yang Semesta berikan. Pemandangan
indah yang saya saksikan, sungguh mengingatkan saya akan kebesaran Penciptanya.
Perjalanan ini juga merupakan hadiah kelulusan yang saya berikan untuk diri
saya sendiri, karena penghargaan untuk diri sendiri harus tercapai sebelum kita
mampu menghargai Ciptaan semesta lainnya.
Sampai bertemu di Postingan saya selanjutnya para Sahabat
Semesta,
Bila ada hal yang ingin ditanyakan, silahkan comment yaa.
Keep Greteful and Stay Positive
Inez Dhawo
May 2019